Gunung Tambora, saksi sejarah dunia sebagai gunung yang menghasilkan terbesar di tahun 1,800. Menewaskan hingga 91,000 jiwa dan memangkas ketinggiannya dari 4.300 MDPL (meter di atas permukaan laut) – lebih tinggi dari Gunung Semeru / Gunung Rinjani / Gunung Kerinci – hingga jadi 2,850 MDPL.
Pendakian ini dimulai karena dua alasan:
- Gunung Rinjani waktu itu masih ditutup
- Cuti yang bakal angus kalo ga cepat-cepat dipake
Alhasil, Gunung Tambora pun menjadi pilihan pendakian oleh gw dan Marpred, rekan pendakian dan pelarian.
Konten Blog
- Berangkat dari Jakarta ke Basecamp Desa Pancasila, Bima, Nusa Tenggara Barat
- Persiapan Pendakian di Basecamp Desa Pancasila
- Rute Pendakian
Trek | Durasi |
Basecamp Desa Pancasila ke Pintu Rimba | 30-40 menit |
Pintu Rimba ke Pos 1 Gunung Tambora | 1 jam |
Pos 1 ke Pos 2 Gunung Tambora | 2 jam |
Pos 2 ke Pos 3 Gunung Tambora | 1 jam 40 menit |
Pos 3 ke Pos 4 Gunung Tambora | 1 jam (jelatang banyak hati hati!) |
Pos 4 ke Pos 5 Gunung Tambora | 1 jam 30 menit |
Pos 5 ke Puncak Gunung Tambora | 2 jam |
Kalo lebih suka nonton video, bisa langsung skip blog post ini dan tonton video pendakian Gunung Tambora gw berikut:
Berangkat dari Jakarta ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Dari Jakarta, perjalanan kita lakukan dengan pesawat dengan transit di Denpasar, Bali. Dilanjutkan dengan penerbangan dengan pesawat kecil ke Bima, perjalanan banyak dipenuhi dengan turis internasional dengan tujuan surfing ke Pantai Lakey.

Sesampainya di Sultan Muhammad Salahuddin Airport, kita langsung diserbu beberapa pilihan transportasi untuk ke Basecamp Desa Pancasila, Sumbawa, pilihannya adalah sebagai berikut:
Trek | Durasi | Sumber Air |
Basecamp Desa Pancasila ke Pintu Rimba | 30-40 menit | – |
Pintu Rimba ke Pos 1 Tambora | 1 jam | Tersedia keran di Pos 1 |
Pos 1 ke Pos 2 Gunung Tambora | 2 jam | Tersedia sungai di Pos 2 |
Pos 2 ke Pos 3 Gunung Tambora | 1 jam 40 menit | Tersedia keran di Pos 3 |
Pos 3 ke Pos 4 Gunung Tambora | 1 jam (jelatang banyak hati hati!) | – |
Pos 4 ke Pos 5 Gunung Tambora | 1 jam 30 menit | Tersedia sungai di Pos 5 |
Pos 5 ke Puncak Gunung Tambora | 2 jam | – |
Waktu pertama sampe, kita berencana untuk naik bus karena punya waktu yang berlebih (belum beli tiket pulang waktu itu). Tapi begitu sampe, ternyata kita baru tau bahwa bus nya ga ready setiap saat dan bus di Terminal Dompu ke Calabai pun begitu.
Tengok kanan, ada pool travel yang menawarkan travel ke Desa Pancasila dengan harga 650 ribuan. Kita lewat langsung karena gak mau bayar semahal itu =)
Begitu kita kelar dari Airport Sultan hasanudin, banyak supir taksi yang langsung ngerumunin. Umumnya bakal begini ngomongnya:
“Mas mau kemana? Desa Pancasila ya? Sama saya xxx (harga)”
“Sama saya aja mas, bisa dapet xxx (harga)”
Berbekal beberapa trik negosiasi, kita minta nomor hp beberapa supir yang nawarin harga di bawah travel (650 ribu) dan follow up masing-masing di luar bandara.

Beruntung, waktu itu kita dapat charter mobil seharga 450 hingga 500 ribuan. Lumayan menghemat 150 ribu.

Lama perjalanan memakan waktu 6-7 jam. Ngantuk karena bangun pagi, kita terlelap di mobil. Sebelum sampai di Basecamp Desa Pancasila, kita sudah buat janji dengan Bang Saiful / Ipul (+6282340693138) beberapa hari sebelumnya dan membuat janji dengan beliau. Sebaiknya dipastikan jam kedatangan dari Bandara karena di Desa Pancasila tidak ada sinyal. Jadi, Bang Ipul kadang ke Kadindi untuk bisa terima sinyal dari para pendaki.
Persiapan Pendakian di Basecamp Desa Pancasila
Basecamp Desa Pancasila berada di kisaran 600mdpl. Berlokasi cukup tinggi, tidak ada sinyal di Basecamp ini. Jadi kalau kalian ingin ngabarin orang terdekat, sebaiknya dilakukan ketika memulai perjalanan dari Bandara Airport. Kasus gw pribadi, gw ketiduran di mobil jadi sempet ga ngabarin selama 3 hari sampai keluar dari Desa Pancasila.

Gw sampe di sini sore hari, matahari mulai redup, satwa berkeliaran bebas, anak kecil main bola di lapangan, dijamin anak senja kota besar pasti gatel nulis puisi :p
Untuk perlengkapan konsumsi, Desa Pancasila cukup memberikan supply kepada penduduk dan pendaki. Karena populasi yang tidak banyak, disini ada satu toko kelontong yang cukup lengkap. Kita beli air, indomie, sabun shampoo (untuk di basecamp) dan lainnya di toko ini. Tapi, karena lokasi yang jauh dari titik distribusi, tentu harga per produk menjadi lebih mahal daripada di kota.
Sedangkan untuk warung makanan, hanya ada dua kalo gak salah. Sebenarnya kalo grup pendakian kita dalam volume lebih dari 5, istri Bang Ipul bisa masakin untuk para pendaki. Berhubung kita cuman ber2, kita harus bergantung dan bikin janji dengan pemilik warung makanan untuk minta disiapkan makanan keesokan subuh.


Setelah membuat janji dan tester sekaligus lapar, kita pun beristirahat di pondok milik Bang Ipul dengan biaya Rp100,000 per malam per kamar.
Sekelarnya packing, kita nonton matahari terbenam. Pemandangan yang jarang terlihat di ibukota. Walaupun mataharinya sama, tapi rasanya BEDA aja tanpa kehadiran hp dan sinyal dari orang lain. Lebih…menenangkan guys.. ^_^


PS: Pendakian Gunung Tambora belum lengkap kalau tidak ada jelatang. Jelatang, tanaman beracun yang bisa bikin gatel gatel kalo kena sengat. Beberapa cara untuk tidak kena jelatang adalah menggunakan jas hujan karena tidak tembus atau memakai jaket. pastikan kalian membawa jaket untuk melindungi kulit dari sengatan jelatang sebelum sampai di basecamp Desa Pancasila.
Rute Pendakian
Berikut table pendakian yang gw lakukan bersama Marpred
Trek | Durasi | Sumber Air |
Basecamp Desa Pancasila ke Pintu Rimba | 30-40 menit | – |
Pintu Rimba ke Pos 1 Tambora | 1 jam | Tersedia keran di Pos 1 |
Pos 1 ke Pos 2 Gunung Tambora | 2 jam | Tersedia sungai di Pos 2 |
Pos 2 ke Pos 3 Gunung Tambora | 1 jam 40 menit | Tersedia keran di Pos 3 |
Pos 3 ke Pos 4 Gunung Tambora | 1 jam (jelatang banyak hati hati!) | – |
Pos 4 ke Pos 5 Gunung Tambora | 1 jam 30 menit | Tersedia sungai di Pos 5 |
Pos 5 ke Puncak Gunung Tambora | 2 jam | – |
Basecamp Desa Pancasila ke Pintu Rimba (30-40 menit dengan ojek)
Bangun pagi jam 4, kita siap-siap peralatan apa saja yang dibawa dan ditinggal. Kemudian, kita memastikan logistik makanan yang kita pesan sudah siap untuk dibawa. Menunya tentu saja nasi, telor, orek tempe anti basi. Setelahnya, kita berkordinasi dengan Bang Ipul untuk dibantu dipanggilkan ojek yang akan membawa kita ke Pintu Rimba.
Untuk memulai pendakian, para pendaki perlu menuju ke Pintu Rimba terlebih dahulu dengan merogoh kocek sebesar Rp75,000 per orang.
Loh kok mahal? Itu di gunung-gunung di Jawa Tengah cuman 25 ribu bang?! Ya tentu aja mahal, karena jalurnya jujur sangat membingungkan dan bisa bikin tersesat. Ditambah durasi naik motor yang lumayan lama (30 menit), 75 ribu bakal bikin kalian ngerasa kasihan dan malah mau nge-tip lebih lagi untuk mereka. Sebenarnya bisa aja gak naik motor, tapi banyak banget tikungan yang bisa bikin nyasar untuk ke pintu awal pendakian. Jadi ya..amannya naik ojek saja.




Pintu Rimba ke Pos 1 Gunung Tambora (1 jam)
Perjalanan dimulai dengan kontur tanah yang rada landai. Walaupun begitu, trek pendakian sudah terasa padat dengan tanaman sekitar.
Di awal perjalanan, kita mulai bingung sama bentuk jelatang.
“Itu jelatang ya?”
“Itu kali jelatang?”
“Eh yg ini kali panjang-panjang, kata bang Ipul kan yg panjang-panjang”
Memang begitu, kalau belum pernah dilihat semua asumsi jadi liar. Dikira jelatang bentuknya kayak pempek lenjer kali panjang-panjang.
Menjelang satu jam perjalanan, akhirnya kita sampai di Pos 1. Jalur menuju Pos 1 tidak begitu sulit karena kita hanya perlu terus menanjak.

Di Pos 1 Gunung Tambora ini terdapat keran dan sumber air. Waktu itu kita selalu sedia air karena cuaca yang panas dan ga ada angin. Sumpah panas banget broksis!
PERLU DIINGAT!
Ketika turun dari Pos 1 ke Pintu Rimba, selalu ambil jalur kiri. Hal ini sangat membingungkan karena waktu turun, gw sempet nyasar selama 3 jam. Awalnya dimulai karena salah ambil jalur. Jalur yang gw ambil adalah jalur penebangan hutan ilegal yang dilakukan oleh oknum tertentu di Gunung Tambora. Akhirnya gw muter-muter selama 5 kilometer dalam hutan. Pokoknya usahakan turun selalu ambil kiri kalo ada percabangan.
Pos 1 ke Pos 2 Gunung Tambora (1 jam)
Perjalan pun dilanjutkan menyusuri hutan lebat Gunung Tambora.


Selama perjalanan ke Pos 2, kita udah was was, akan kejelasan jalur sama takut kalo sebenarnya kita kena jelatang tapi ga sadar. Maklum di titik itu, kita belom tau bentuk jelatang itu seperti apa. Namun setelah berjalan kurang lebih 1 jam, akhirnya kita sampai di Pos 2 Gunung Tambora. Medan pendakian pun masih relatif nyaman dengan elevasi yang landai.


Di Pos 2 banyak pendopo pendakian yang bisa digunakan untuk pendaki beristirahat. Total ada kurang lebih 5 pendaki di sini.


Pos 2 ke Pos 3 Gunung Tambora (1 jam 40 menit)
Pendakian Gunung Tambora pun kita lanjutkan ke Pos 3. Jalur pendakian mulai berubah dari Pos 2 hingga Pos 3. Dari elevasi rendah, berubah menanjak dengan elevasi lumayan tinggi. Ditambah dengan jalur yang lumayan panjang, trek lumayan berat di sini. Untuk medan pendakian, tanaman sekitar hutan mulai tidak selebat sebelumnya.



Pos 3 Gunung Tambora merupakan tempat kemah terbesar dari seluruh pendakian. Pos ini juga biasanya digunakan untuk para pendaki bermalam di hari pertama. Tapi karena kita berencana untuk melakukan pendakian 2 hari 1 malam, kita hanya beristirahat saja di Pos 3 ini.
Di Pos 3 Gunung Tambora ini juga terdapat sumber air yang menggunakan tangki air. Namun posisinya lumayan sulit karena medannya memerlukan kita untuk turun selama kurang lebih 15 menit dari tempat camping. Posisinya ini akan terlihat jika kita melanjutkan pendakian, bakal ada papan informasi yang bertuliskan “SUMBER AIR” ke arah kanan. Jalannya diikutin aja, walaupun rada menantang, tapi itu jalur yang benar. Selain ada tangki air, di Pos 3 Gunung Tambora juga terdapat bilik toilet.
Pos 3 ke Pos 4 Gunung Tambora (1 jam)
OKE! Di sinilah kita memulai petualangan dengan jelatang. Setelah beristirahat kurang lebih 1 jam yang berlanjut keenakan, perjalanan kita lanjutkan. Setelah bingung dan penasaran dengan bentuk jelatang seperti apa, akhirnya kita melihat jelatang. Tanaman lebar dengan duri yang siap menusuk dari lembaran daun nya.

Daun ini terpampar luas mulai dari Pos 3 hingga Pos 4. Karena jarumnya bersifat beracun dan bisa mengakibatkan efek kegatelan atau alergi kulit jika parah, sebisa mungkin kita menghindar dan menggunakan jaket sebagai proteksi.

Gw sendiri kena jelatang kayaknya 5x selama pendakian. Setiap kena, gatel gatel gimana gitu sekitar 10 menit. Untung ga parah karena sebelumnya, gw baca2 ada juga yang efeknya bahkan bisa sampe 1 jam gatel gatel.
Medan pendakian ke Pos 4 mulai terbuka. Jalur pendakian juga bisa dibilang ini yang paling nanjak selama pendakian (walaupun masih lebih berat summit attack nya). Di sini kita pohon mulai habis karena kita mulai keluar dari hutan. Akhirnya setelah 1 jam mendaki, kita sampai di Pos 4.

Pos 4 ini terkenal dengan tempat istirahat saja. Emang sih tempatnya lapang. Tapi gak banyak yang nginep di sini. Bahkan ada gosip kalo Pos 4 ini sifatnya angker. Untuk kasus gw, waktu itu kita sampe sini masih sore dan masih ada matahari. Jadinya perjalanan pun kita lanjutkan ke Pos 5.
Pos 4 ke Pos 5 Gunung Tambora (1 jam 30 menit)
Medan pendakian gak lagi curam menuju Pos 5. Jalannya banyak yang rata, landai dan ya udah santai aja gitu. Medan pendakian juga mulai menunjukkan pohon besar yang udah mulai ga ada dan cuman tanaman2 pendek selama jalur.
Buat gw pribadi, jalur pos 4 ke pos 5 sangatlah indah karena kita mulai berada di atas awan. Selain itu kita juga bisa ngeliat Gunung Rinjani dari kejauhan.


Setelah berjalan kurang lebih 1 jam 30 menit, akhirnya kita sampai di Pos 5. Pos 5 merupakan titik penginapan ke 2 yang sering digunakan para pendaki jika melakukan pendakian 3 hari 2 malam.
Namun karena kita merasa masih bisa ditambah sedikit lagi, pendakian pun masih kita lanjutkan dengan harapan bisa menginap di Pos Makam (terletak di jalan dari Pos 5 ke Puncak Gunung Tambora).

Di Pos 5 juga tersedia sumber air alami yang tidak menggunakan tangki dan keran air. Posisi air berada di dekat batu-batu jika terus berjalan menyusuri trek dari tempat kemah.

Selang 45 menit kemudian, matahari mulai terbenam dan jalur sudah gelap. 12 jam pendakian sudah kita lewatin. Kaki berasa capek, pandangan mulai kabur-kabur. Gw berjalan di depan menyusuri trek panjang tanpa banyak pohon. Kondisi pendakian, sepi. Gak ada orang lain selain kita ber2. Setelah Pos 2, kita gak nemu orang naik lagi. Malam itu, ketika kaki udah gak bisa jalan lagi karena mulai tegang, kita akhirnya memutuskan berkemah di pinggir jalan karena tidak ada orang lain, kita bangun tenda di bawah satu pohon dengan harapan menjaga diri dari angin.

Selepas Pos 5, tidak ada lagi sumber air. Saran gw adalah membawa perlengkapan air dari Pos 3 karena sumber airnya pasti banyak. Sedangkan di Pos 5, sumber air yang kita datengin waktu itu lagi kering. Jadi sebaiknya berhati-hati sebelum kehabisan.

Malam itu gelap dan sunyi. Gak ada suara masjid, pendaki lain, angin bahkan gak berhembus. Yang bisa kita denger ya cuman suara masing-masing. Buat gw, pengalaman camping di Gunung Tambora adalah perasaan damai dimana cuman ada kita dan alam.
Selesai makan dan minum, akhirnya kita terlelap jam 9 malam. Berharap bangun jam 3 pagi untuk bisa mengejar sunrise, istirahat kami malam itu sangatlah berkualitas – siap untuk summit sunrise attack keesokan harinya.
Pos 5 – Puncak Gunung Tambora (2 jam)
Alarm pagi membangunkan gw dan Marpred. Perlahan kita buka mata, pencet snooze 1 kali. Lima menit kemudian baru kita beneran bangun karena gak mau ketinggalan sunrise.
Sarapan cepat, minum teh, barang untuk summit attack sudah kita persiapkan malam sebelumnya. Satu tas kecil berisi peralatan pribadi, snack, dan air. Akhirnya kita beranjak keluar dari sleeping bag, membuka tenda dan pemanasan.
AAaaaahh~
Suara hembusan ketika otot kena pemanasan emang enak. Yang bikin ga enak adalah kenyataan bahwa otot kaki ini bakal dipake lagi dalam 10 menit untuk ke Puncak Tambora.
Summit attack pagi buta pun kita mulai. Jalur mulai menanjak secara perlahan walaupun tidak ekstrim. Selang 20 menit berjalan, kita menemukan pos makam. Dari pos makam, kita sempet nyasar bentar 10 menit. Bingung nyari jalan, akhirnya kita balik lagi. Ternyata ada botol aqua yang jadi penunjuk arah ngikutin arah moncong botol. Kita berjalan..berjalan..sampai ketika angin mulai berhembus. Kencang.
Rasanya trek Summit Attack Gunung Tambora ini tidak membutuhkan tangan untuk menarik badan, tapi lebih butuh stamina. Jarak yang panjang, angin yang kencang, kadang pasir yang dalam membuat kita lumayan ngos-ngosan.
Satu setengah jam sudah berlalu – medan pendakian yang didominasi tanah dengan beberapa bebatuan sudah dilewati, kita sudah bisa melihat Puncak Gunung Tambora dalam gelap. Jika ada teman-teman yang berencana ke Puncak Gunung Tambora, gaiter tidak begitu diperlukan. Pendakian ini berbeda dengan Gunung Semeru dimana gaiter adalah sebuah kewajiban. Seketika, kita sadar kalo kita sudah berada di bibir Kaldera gunung api terluas di Indonesia. Dari bibir kaldera, puncak Gunung Tambora dapat digapai dalam waktu 30 menit.
Waktu itu, sudah ada dua grup lain dengan anggota kurang lebih 4 orang. Kita merupakan grup terakhir yang sampai. Selain 10 orang itu, tidak ada pendaki lain di Puncak Gunung Tambora. Perlahan kita duduk berdiri, jalan jalan muter sambil nunggu matahari terbit.












Setelah puas foto-foto dan takjub sekaligus bingung kalderanya gede banget dan ketutupan matahari pagi, akhirnya kita balik ke tenda. Dari tenda, kita bongkar ulang dan langsung menuju Basecamp Desa Pancasila.
Tentu saja sebelum pendakian dimulai, kita harus membuat janji dengan abang ojek yang sudah nganter kita waktu pergi. Hal ini WAJIB banget dilakukan karena gak ada sinyal di Desa Pancasila. Selain itu, abang ojek juga cerita ke kita pernah ada kasus pendaki nyasar dan baru muncul 12 jam kemudian. Di posisi itu, si abang ojek nya ya cuman nungguin di Basecamp. Pokoknya, stay safe dan coba estimasi fisik dan waktu agar perjalanan pulang aman dan nyaman, untuk kita para pendaki dan masyrakat sekitar (abang ojek).