Gunung Sumbing, pilihan pendakian gw dan team Mie Rebus (Mikirin Rencana Busuk untuk kabur tanggung jawab) jatuh ke gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah dengan ketinggian 3371 mdpl ini. Pendakian bulan puasa sepertinya akan menjadi hal yang rutin gw lakukan tiap tahun, tahun 2018 gw mendaki Sindoro bersama Team Mie Rebus juga. Hasilnya? Jalur yang sepi, puncak yang istimewa, dan hujan bintang jatuh.
Video perjalanan Gunung Sumbing gw dokumentasikan sebagai berikut:
Sebagai salah satu gunung yang populer, Gunung Sumbing memiliki 5 jalur pendakian sebagai berikut:
- Jalur Garung (paling populer karena lokasi basecampnya mudah ditemui)
- Jalur Cepit Parakan
- Jalur Kaliangkrik – dibagi menjadi Desa Butuh, Mangli, Adipuro
- Bowongso
- Sipetung
Basecamp Butuh Kaliangkrik
Jalur pendakian yang gw pilih adalah melalui Desa Butuh Kaliangkrik. Di Basecamp, kita bisa bungkus makanan, sewa peralatan, beli gas, pakai jasa ojek ke pos 1 dan lainnya dengan biaya 15 ribu, sayang waktu gw naik ojeknya gak ada, sehingga kita harus jalan kaki. Jalur pendakian Gunung Sumbing via Kaliangkrik sendiri terdiri dari 4 pos dengan detail map sebagai berikut:
Sumber: kemanahore.wordpress.com
Dengan rencana untuk ngecamp di pos 4, kita start pendakian jam 9 pagi. Menurut info Basecamp, waktu normal yang diperlukan untuk sampai di Pos 4 adalah 5-8 jam. Berbekal informasi ini, kita siap untuk memulai pendakian. Menuju Puncak Sejati Gunung Sumbing, 3371MDPL !
Yohanes, Ian, Marpred, Cetu, Mario
Basecamp – Pos 1
Trek dari Basecamp Kaliangkrik diawali dengan banyak anak tangga dan jalan berbatu. Di awal trek, pendaki akan disambut dengan gerbang selamat datang Pendakian Gunung Sumbing.

Setelah 1 jam berjalan, akhirnya kami sampai di Pos 1. Selama perjalanan banyak air yang bisa diambil dari keran perkebunan warga. Sepanjang perjalanan, cuaca cukup berkabut yang membuat udara cukup dingin.
Sesampainya di Pos 1, kita ketemu beberapa pendaki lain yang turun dari Puncak. Mereka turun dengan wajah pucat, keringat, dan dengan bergesa mengisi air dari keran terdekat, menghabiskan 1 botol dalam hitungan detik.
“Airnya habis masbro sekalian. Sungai di atas kering. Saya gak jadi muncak, dari pos 4 turun cuman bawa setengah botol buat kami ber3.”
WADUH WADUH WADUH!
Alasan pemilihan jalur Kaliangkrik ini dibanding jalur Garung adalah sumber air yang melimpah. Tapi…kok….malah habis??
Ah ya sudahlah, gw dan yang lainnya pun bergegas isi botol kosong yang kita punya beserta jirigen air plastik yang kita bawa. Tas yang tadinya memiliki berat lumayan ringan, seketika mendapat tambahan belasan kilogram. Ah, lebih baik berkeringat daripada kehabisan air.
Pos 1 Pendakian Gunung Sumbing
Pos 1 – Pos 2
Setelah Pos 1, rute pendakian berubah dengan mulai masuk ke dalam hutan dengan tanjakan yang “lumayan” mengencangkan otot paha dan kaki. Dari Pos 1 ke Pos 2, trek mulai berubah dari batu ke jalur tanah. Sepanjang perjalanan kita bakal melihat warga yang mengumpulkan kayu dari Pos 3 / 4 ke tempat tinggal nya di daerah Basecamp. Merasa tertohok dengan pemandangan tersebut, kita terus melangkah dengan nafas yang makin tersengal.
Trek Pendakian Gunung Sumbing dari Pos 1 ke Pos 2
Setelah berjalan selama kurang lebih 2 jam, akhirnya kita sampai di Pos 2. Pos 2 Gunung Sumbing kurang lebih sama dengan Pos 1 dengan adanya shelter dan sejumput tanah lapang.
Pos 2 – Pos 3
Trek pendakian dari Pos 2 ke Pos 3 Gunung Sumbing dilanjutkan dengan elevasi yang lebih rendah dibandingkan Pos 1 ke Pos 2. Karena elevasi lebih rendah, perjalanan pun jadi lebih santai. Tanah pun mulai berubah menjadi batu dan kita secara perlahan mulai keluar dari hutan. Sayang, udara masih berkabut kala itu, menyembunyikan Merapi dan Merbabu dari kejauhan.

Sepanjang jalur pendakian Pos 2 dan Pos 3, lebar jalan menjadi sangat sempit. Sangat disarankan untuk berhati-hati karena banyak lubang yang sepanjang jalan.
Setelah berselang 2 setengah jam, kita sampai di Pos 3. Terdapat dua pilihan pos yang layak dijadikan tempat berkemah di pendakian Gunung Sumbing, Pos 3 dan Pos 4. Namun, Pos 3 masih memiliki banyak pohon sehingga dapat melindungi tenda dari badai. Sembari beristirahat, kita makan siang di Pos 3.

Di Pos 3 ini, sebenernya ada temen gw, Amanda dan Jansen yang juga mendaki Gunung Sumbing tapi beda grup. Sebelumnya, kita sempet nanjak bareng ke Semeru tahun 2018. Mereka berencana untuk ngecamp di Pos 3. Walaupung sedikit tergoda dengan keramaian di tempat camp, kita berpegang teguh untuk tetap lanjut ke Pos 4.

Pos 3 – Pos 4
Pendakian dari Pos 3 ke Pos 4 sudah tidak lagi di dalam hutan. Dengan ketinggian ~2600 mdpl, jalur antar kedua pos merupakan trek tersulit Gunung Sumbing.
Buat kalian yang berencana untuk melakukan pendakian Gunung Sumbing via Kaliangkrik, setelah melewati papan Pos 3, akan ada 2 pilihan jalur (bawah dan atas) dimana jalur ke bawah akan lebih susah dan bahaya karena melewati tebing dan berbahaya. Lebih baik pilih jalur nanjak sedikit karena lebih aman.
Jalur pendakian Pos 3 ke Pos 4 sendiri sudah sangat terbuka. Hal ini yang menyebabkan banyaknya para pendaki yang memutuskan camp di Pos 3 karena banyaknya pepohonan seperti yang gw bilang. Tapi menurut gw, kalo kalian mau summit attack lebih baik dari Pos 4, karena jarak tempuh yang relatif lebih pendek esok harinya.



Pemandangan yang kita lihat selama Pos 3 ke Pos 4 benar-benar bikin semangat. Capek, tentu saja. Tapi setiap kita menengok ke belakang, semangat seakan terisi kembali. Setelah kurang lebih mendaki 2.5 jam, akhirnya kita sampai di Pos 4 sekitar pukul setengah 6 sore.

Dari Pos 4, puncak sejati sudah bisa terlihat. Dari foto di atas, Puncak sejati ada tanduk ujung kiri pegunungan. Perlahan, langit mulai gelap sewaktu kita membangun tenda. Kondisi Pos 4 sangat sepi apabila dibandingkan dengan Pos 3. Kita langsung membangun tenda, memersiapkan makan malam, dan beristirahat untuk melakukan summit attack.

Ketika kita sedang makan malam, sekitar pukul 8 malam, tiba tiba terdengar teriakan dari luar tenda.
“Mas tolong mas!”
“Tolong siapapun, deket pos pohon tunggal”
Panik, Marpred segera keluar memastikan tidak ada masalah. Ternyata ada pendaki perempuan yang kedinginan dan mulai menunjukkan gejala Hipotermia. Namun, ketika dia sampai di lokasi, keadaan sudah aman dan pendaki tersebut sudah dibantu dan bermalam di Pos 3. Kita pun lega karena merasa tidak ada masalah.
Setelah makan malam, kita berdiskusi untuk melakukan summit attack subuh harinya. Cetu memutuskan untuk stay di pos 4, sedangkan kita berempat sepakat untuk bangun jam 2 pagi, dan mulai jalan jam 2.30. Usai diskusi, kita beberes dan mulai memersiapkan peralatan summit attack. Barang yang kita siap bawa adalah: air sebanyak 2-3L, kurma, roti, dan peralatan untuk ngopi di Puncak Sejati Gunung Sumbing.
Usai beberes, kita langsung beristirahat. Malam itu, kita bawa 2 tenda. Gw tidur berdua dengan Mario, sedangkan sisanya di tenda yang 1 lagi.
Mata merah, kedinginan, muka belom mulai hitam karena sunburn, pilek. Dingin banget malam itu!
Rasanya baru sebentar saja mata ini terpejam, gw dan Mario langsung terbangun karena suara dari tenda sebelah.
“Ri, ayolah bangun, jangan tidur. Kau itu ketua asrama, kau harus kuat”
“Jangan kau tutup mata kau, bangun lah. Ayo kau harus duduk”
“Titip salam ku ya, untuk papa dan adikku.”
“Kau jawab dengan gerakkan tanganmu ya. Ingat kau ini siapa saja? Sebut namanya lah”
“Uh……….”
“RI ANJINGGG BANGUN LAH”
Nada dan suara khas dari Pendaki asal Indonesia Timur itu mulai membuat suasana makin mencekam. Volume yang makin meningkat membuat udara dingin makin menusuk. Di antara gelapnya malam Pos 4, teriakan itu seakan membangunkan setiap pendaki dalam tenda.
“Ari, ini berapa? Coba kau sebut”
“Ah…uhh….”
“Ayo kau harus kuat, masih banyak hal yang kau mimpikan.”
“Mau kemana lagi kita habis ini? Ayo pikirkan rencana perjalanan berikutnya”
Mata gw dan Mario saling terbuka. Mendegar dalam sunyi, pendaki lain mulai mendatangi tenda sebelah kami dan menawarkan air hangat dan snack. Seketika gw mulai duduk dari posisi tidur, merogohkan tangan ke dalam tas carrier, dan menarik emergency blanket. Mario bangun, keluar tenda dan memberikan barang tersebut.
Selang 10 menit, suara kepanikan mulai meredup. Pos 4 kembali sunyi, satu-satunya suara yang gw dengar malam itu, dengkuran orang yang mirip suara babi hutan. Ngrok…ngrok…ngrok…
Pos 4 – Puncak Sejati
Gw bangun jam 2.10 dari rencana 2.00. Oke lah, gw cuman 2x snooze alarm, kagak sampe bablas. Buka mata, sadarkan diri, minum air putih, gw geser sedikit risleting pintu tenda dan….BRRRR! Dingin maksimal!
Tapi, upaya untuk melihat matahari pagi dari puncak gunung mengalahkan dinginnya udara subuh itu.
Sekedar tips, untuk yang mau summit sunrise, dingin waktu bangun pagi itu normal banget. Tapi, gerakin badan 10-15 menit biasanya badan kita mulai menyesuaikan sama suhu sekitar dan mulai menghasilkan panas. Jadi ga sedingin itu lagi.
Sarapan kita untuk summit attack adalah sari roti yang diisi dengan selai coklat. Gw tengok ke sebelah tempat kehebohan terjadi, tenda sudah roboh tanpa suara. Pengait tenda sudah tidak menempel dengan tanah, atap tenda menutup bagai selimut para pendaki. Sepertinya disengaja untuk menghangatkan tubuh.
Lima menit kemudian, kita sedang pemanasan, team Basecamp dateng dari bawah untuk membantu kondisi mereka. Nguping sedikit percakapan mereka, kondisi sudah aman, team basecamp pun membuat ulang tenda baru beserta perlengkapan medis yang dibutuhkan. Gw tidak melihat lebih lanjut, kedinginan, kita mulai menggerakkan langkah ke Puncak Sejati Gunung Sumbing.
Trek Pos 4 ke Puncak lumayan berat, tapi menurut gw lebih berat Pos 3 ke Pos 4. Untuk pendakian Puncak Sejati, dibutuhkan waktu sekitar 1-2 jam dari Pos 4. Kita sampai di Puncak sekitar pukul 5 pagi. Matahari masih malu untuk menyapa, tapi belasan pendaki menanti kehadirannya dari 3371 meter di atas permukaan laut subuh itu. Akhirnya, waktu yang dinantikan pun tiba.







Di tengah keindahannya, Puncak Sejati memakan satu korban baru. Kompor gw. Jatuh. Dari ketinggian 3371MDPL, rencana untuk ngopi di atas gunung pun lenyap. Setelah bergelut untuk berusaha mengambil kompor yang terselesaikan dalam waktu 10 detik dengan jawaban pasti: tidak. Kita pun bergegas turun pukul 6 pagi, sewaktu udara masih sejuk dan lautan awan terbentang luas sepanjang mata memandang Merbabu dan Merapi.

saran dong kak via mana yang gak terlalu susah buat orang awam
Prau kak enak 🙂
Dari mana dulu, kalo dari arah wonosobo lebih dekat ke jalur garung, tapi kalo dari arah magelang/jogja bisa lewat dusun mangli di kaliangkrik (menurutku lebih ok daripada jalur butuh, kaliangkrik :). Jalurnya jelas, tidak ada yg ekstrem, lebih cepat karena nanjak minim bonus haha. Nanti ketemu dengan jalur butuh di pos 3, setelah itu satu jalur ke atas.
Puncak sejati sama puncak rajawali beda ya gan? Kalo puncak kawah itu yg mana lagi??
Puncak sejati itu dari Kaliangkrik gan. Kalo Puncak Rajawali biasanya dari Garung atau Banaran. Untuk ke kawah sebenarnya kemarin bisa dari Puncak Sejati, kalau dari Puncak Rajawali, saya kurang paham karena belum pernah ke sana ^_^
Gunung sumbing ke 3 se pulau jawa yang kedua gunung slamet
Kalo dari jakarta transportnya apa aja bang?
enakan lewat adipuro bisa ojek sampai pos 2 cuma bayar 25 mantab pokonya